Jumat, 25 Mei 2012

Indonesia Disabled Care Comunity



Bermula  dari perkenalanku dengan Ibu Endang Setyati ibunda tercinta Habibie dalam komunitas Macibaku ( masyarakat Cinta baca dan bagi buku yang diprakarsai oleh Bp.Eddy Zaqeus ).
Sejak kopdar pertama aku begitu terpesona dengan kegigihannya dalam  memperjuangkan hak anaknya yang berkebutuhan khusus. Semangat dan cintanya yang terlihat begitu nyata membuat diri ini ingin  lebih banyak belajar khususnya dalam  memperjuangkan hak anak-anak yang berkebutuhan khusus spt Habibie.
Sungguh rasanya ada yang bisa digerakkan bersama mengingat semangat dari Rumah Moral yang saya bangun juga selalu memperjuangkan yang kurang, baik dari sisi mental, ekonomi, kesehatan maupun  fisik.
Akhirnya kami diundang pada acara peluncuran web  IDCC ( Indonesia Disabled Care Comunity)  yang diprakarsai mahasiswa dari beberapa universitas di Jabodetabek dan ditodong pula jadi pembicara.

Sungguh sebuah keberuntungan saya bisa berkenalan dengan Pak Nestor ( wartawan  senior  yang memaparkan betapa banyaknya dosa dari media yang tidak ikut memberitakan informasi tentang anak anak disable , Pak Daming dengan kekurangan di penglihatan secara permanen masih bisa sekolah tinggi dan berkarya memperjuangkan hak anak-anak di KOMNAS anak, dan juga Bu Erna dkk serta banyak lagi anak-anak tuna rungu yang begitu percaya diri bergabung dengan masyarakat umum.

Langsung terbersit Rumah Moral akan menjadi bagian dari mereka dengan program lifeskill yang mudah mudahan akan direalisasikan dalam waktu yang tidak lama .
Karena konsep kami hanya sebagai team support .

Tetapi yakin ada yang bisa kami usung untuk kedepannya.


Selamat dan sukses untuk  IDCC , yakinlah bahwa komunitas ini jika bersatu, maka  akan berbuat banyak bagi negri ini.


Salam
Melly kiong

Senin, 21 Mei 2012

Catatan Sahabat


 MELLY KIONG DAN KEPEDULIAN KITA


SETELAH berulang kali me-reschedule janji pertemuan, akhirnya Rabu, 2 Mei 2012 lalu, saya bisa makan siang bareng dengan Melly Kiong – penggagas Rumah Moral dan Center of Motherhood, seorang ibu hebat yang sudah menelorkan sejumlah buku tentang parenting, di antaranya “Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik”.
Berada di dekat Bu Melly, seperti berada di sebuah medan magnet yang memancarkan aura positif. Dan orang-orang yang berada di sekitarnya tidak bisa menghindar. Semangat, cinta, kepedulian, kehangatan, melebur. Menarik kita untuk masuk ke dalam pusarannya.
Kata apa yang tepat untuk menggambarkan sosok Bu Melly?  Masing-masing orang mungkin punya pendapat sendiri. Tapi buat saya, yang paling mengesankan, karena dia melakukan aksi nyata, kongkret. Melakukan hal-hal yang dibagikannya ke orang lain. Saya sudah banyak bertemu dengan banyak sosok yang mengaku peduli, atau berbusa-busa menyampaikan teori dan motivasi yang paling ‘sempurna’ untuk melakukan sesuatu hal. Tapi hanya sebatas wacana. Hanya untuk kepentingan ‘pencitraan’. Tapi Bu Melly berbeda. Ia melakukannya – dimulai dari hal-hal sederhana, kecil, tapi konsisten. Dan akhirnya yang kecil itu, menjadi bukit.
Soal bukunya, misalnya. Apa yang ditulisnya berangkat dari pengalaman. Bukan dari kepiawaian memainkan kalimat atau memainkan persepsi dan kondisi piskologis pembaca. “Saya lahir dari keluarga miskin, sehingga kurang perhatian dari orangtua. Dan ketika ayah saya sudah tidak ada, saya sungguh-sungguh kasihan pada ibu saya yang bekerja keras untuk menghidupi kami. Sejak itu saya berjanji untuk mengubah hidup keluarga saya. Saya tidak boleh mengulang  jalan hidup ibu,” kisahnya terus-terang. Karena itu ia bekerja keras. Dengan bekal ijazah SMA, ia memutar otak bagaimana agar bisa mencari uang namun tanpa harus meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ibu yang bisa mendidik putranya dengan baik.

Bu Melly sungguh pemerhati dan pengarsip yang sabar. Satu-satu, benda-benda kenangan dari setiap fase pertumbuhan anaknya disimpan dan dirawatnya dengan baik. Dari gigi yang copot, coretan pertama di kertas gambar, hingga tiket pesawat ketika berlibur bersama keluarga. Benda-benda itu begitu bermakna: menandai fase pertumbuhan anak, menjadi alat kontrol saat dia secara fisik berada jauh dari jangkauan putranya, sekaligus menjadi perekat kasih-sayang antara anak dan orangtua. Bayangkanlah, bagaimana  berbagi kisah dengan anak-anak tentang peristiwa di waktu lalu dengan menatap benda-benda kenangan...
Itu hanya sisi lain. Di sisi lainnya, bu Melly adalah seseorang yang sangat mudah berempati. Empati dalam pengertian bukan sekadar berhenti pada rasa. Ia peduli. Ia mengulurkan tangan. Melalui Rumah Moral, ia paling tidak menaruh perhatian pada 3 hal: pada anak-anak penderita kanker, penderita down syndrome, dan penderita tuna rungu.
Saat berkunjung ke RS Dharmais, ia memergoki, tidak hanya anak-anak pengidap kanker yang menderita, tapi juga orangtua yang menungguinya. “Mereka stress,” kisahnya. Kanker, menurut bu Melly, adalah penyakit yang sulit diprediksi kapan sembuhnya. “Saya lalu berpikir keras bagaimana agar para orangtua dan anak-anak ini tidak terus-menerus merasa tertekan selama di rumah sakit.” Bu Melly kemudian menawarkan untuk mengisi waktu dengan membuat bros dan jepit rambut dari limbah garmen. “Saya memasarkannya ke mana pun saya pergi!” sambungnya. Kini, kesibukan itu menghasilkan uang yang ia gunakan untuk membeli laptop bagi anak-anak pengidap kanker. “Mereka bisa bermain game dan internet selama dirawat dan saat menjalani kemoterapi, misalnya.”

Di Wonosobo, bu Melly ikut merintis pendirian Salon Dena Upakara. Ini adalah salon yang dikelola orang-orang tuna rungu. “Modal pendiriannya dari hasil membuat dan menjual masker – yang juga dari limbah garmen, dan bantuan seorang teman,” ujarnya. Sementara untuk anak-anak penderita keterbelakangan mental, ia juga mengajarkan life skill. “Kami membuat hiasan yang ditempelkan di pintu kulkas. Bahannya dari limbah pabrik furniture,” kisahnya bersemangat.
 
Bagi bu Melly, jauh lebih penting dari sekadar memberi ‘kail’ kepada anak-anak itu, adalah keinginannya untuk membangun mental juang mereka. “Keterbatasan tidak harus membuat mereka menyerah, tidak boleh menghalangi mereka berkarya.” Ia memang sangat gigih untuk menularkan semangat pantang menyerah. Menurutnya, hanya dengan cara ini kita bisa bermimpi melahirkan generasi emas Indonesia.
Nah, bu Melly sudah memulai. Kapan giliran Anda? *** 

Catatan:
Oya, bagi sahabat-sahabat yang ingin membeli hasil kerajinan tangan anak-anak tuna rungu, down syndrome dan orangtua dari anak-anak penderita kanker, sampaikan pesan Anda di kolom komentar, ya. Gak mahal-mahal kok. Untuk bros misalnya, hanya 10.000 rupiah per biji. Semoga bisa menjadi ladang amal bagi kita semua. Amin. 

Rabu, 09 Mei 2012

dana beras untuk Dena Upakara Wonosobo

Terima kasih kepada segenap donatur dalam Program kita ini

Dana beras untuk Dena upakara bulan Mei 2012
no.
Donatur
Rp
keterangan
1
Mega
4.000.000
2
Oilin
2.000.000
10 bulan
3
Vihara Tarakan
1.300.000
4
Ratna
50.000
5
Sunardi
50.000
6
Lili fatimah
50.000
7
Kiong Sui Tjin
50.000
8
I Len
50.000
9
Uwey
200.000
10
Lina dkk
250.000
11
Henely
250.000
12
Yuliana
50.000
13
Ayung
100.000
14
Vily
100.000
15
Eny
50.000
16
Andy
100.000
17
Edy Ping
150.000
18
Gunawan
50.000
19
Yanti
50.000
20
Ratih
200.000
21
Lui Hui Kiang
100.000
22
Jan Khim
300.000
23
Ladya
50.000
24
Elany
50.000
25
Susiliau Nardi
500.000

TOTAL : 10.250.000




Senin, 07 Mei 2012

ucapan Terima Kasih dari Pak Raden

Pak Raden dan Panitia Pak Raden Ngamen mengucapkan banyak Terima kasih kepada para donatur RUMAH MORAL, berikut saya kutip ucapan terima kasih Pak Raden :

"Dengan ini saya Suyadi/Pak Raden, menyatakan rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada segenap anggota Rumah Moral, terutama Ibu Melly Kiong atas dukungannya kepada saya untuk mendapatkan kembali hak cipta Si Unyil.
Sumbangan berupa uang yang disampaikan dengan tulus dan ikhlas oleh para anggota Rumah Moral sangat saya hargai dan akan sangat berguna dalam memperjuangkan kelangsungan Si Unyil sebagai media pendidikan untuk anak-anak. Dan juga sumbangan tersebut akan sangat berguna untuk menjaga kesehatan saya, semoga Tuhan membalas kebaikan bapak-bapak dan ibu-ibu dari Rumah Moral dalam melaksanakan tugasnya yang mulia"


no.
nama
Donasi (Rp)
 1
 Melly    
  100.000
 2
 Tony Zhang               
  500.000
 3
 Dedy Lesmana           
  100.000
 4
 Oi Lin                        
  100.000
 5
 Linggawati  
  100.000
 6
 Kian Nio
  200.000
 7
 Yuliani
  250.000
 8
 Vily  
 200.000
 9
 Lia                            
    50.000
 10
 Emma  
  500.000
 11
 Susi Liau                   
 200.000
 12
 Mega                         
 800.000
 13
 Sulastri  
    50.000
 14
 Daniel Suwandi          
  500.000
 15
 Dian Pratiwi               
  200.000
 16
 No name                    
   50.000
 17
 Grace                         
  100.000
 18
 Gau Wanda                
 500.000
 19
 Harjanto Halim            
 2.500.000
 20
 POnijan    
500.000
 21
 Dian    
 150.000
 22
 Joemiati 
 300.000
 23
 Wandi wanto              
 500.000
 24
 Budi Dharmadi           
 500.000
 25
 Nelly    
 100.000
 26
 Kunardi                      
 200.000
 27
 Dedy Tambunan          
 500.000
 28
 Indra Y
 1.000.000
 29
 Angela
 200.000
 30
 Sandra
150.000  

TOTAL
11.100.000